Jumat, 25 Mei 2012

Burung-burung Kertas

Tags

Puisi Ragil Koentjorodjati

burung kertas

(1)
Di tanganmu, satu demi satu kaucipta,
Burung-burung kertas yang kemudian kauterbangkan kian ke mari,
Melayang, menarikan mega-mega biru,
Meliukkan nafas cinta yang kausemayamkan pada sayapnya,
dan harapan tertakik pada kerinduan. Wahai, udara ini serasa tak pernah hampa.
Ah, aku telah jatuh cinta,
Pada burung kertas yang hancur luruh di kali kecilku.


(2)
Aku ingin terbang bersamamu,
Melangit tinggi di awan maya -imaji bocah-bocah terbahagia-
Dengan tenang kita akan mengawang,
menantang tinggi nyiur yang tak terukur,
melintas semak perdu penuh biru,
Sembari aku akan berkisah tentang kampung halaman,
Tempat semua kerinduan berpulang,
Di sana, kita dapat leluasa terbang.
Lalu seperti biasa,
Ketika senja tiba, Ayah atau Ibu akan memanggil bocah-bocah itu,
Beruntun mereka berebut memeluk Bunda,
ditingkah selaksa cinta -tawa yang berderai-derai
Dan kita akan mendarat di tempat sampah atau nyala api,
Dengan sedikit rasa yang kupunya, akan kubisikkan kepadamu,
:jangan menangis, besok kita akan kembali terbang.

(3)
Adalah salahku mencintaimu,
mencintai hal-hal palsu,
hanya agar nafas tetap bertahan di badan.
Dan aku mohon,
jangan kaucaci aku tentang murninya hati,
ketika -dengan sedih- harus kucuri sesuatu dari kematianmu,
kunikmati di sela-sela ranggas kemarau istirahku,
deretan aksara yang tak lagi bermakna,
tertekuk, terlipat, tak lagi terbaca.
Engkau tahu, aku tidak mampu berterima kasih kepadamu,
aku tidak mampu berterima kasih pada hal-hal palsu,
seperti mereka yang mencuri dari nama-nama kosong,
yang mencuri dari yang ditinggalkan orang mati.
Dan ketika alam hidup mengajarkan kekejaman,
ijinkan aku tetap mencintaimu,
tanpa hati, tanpa jantung
tanpa darah, tanpa nadi.
Agar aku dapat tetap terbang bersamamu,
Meski aku menjelma burung kertas yang terlalu ungu.


EmoticonEmoticon